Dasar Pemikiran tentang Klasifikasi Suara
Klasifikasi vokal menimbulkan sebuah keadaan parodoksial; disatu sisi hal tersebut merupakan suatu keputusan penting yang harus dibuat oleh seorang guru terhadap suara muridnya (atau seorang penyanyi terhadap suaranya), disisi lain klasifikasi ini juga banyak dicemaskan oleh pengajar maupun pelaku seni suara.
Dari situasi ini muncul sebuah pertanyaan: “Mengapa klasifikasi vokal menjadi hal yang sangat penting?” Hal tersebut menjadi sangat penting karena klasifikasi suara yang salah dapat menghilangkan keindahan dan kebebasan seseorang dalam menyanyi, serta dapat menghasilkan frustasi yang berkepanjangan dan kekecewaan. Yang lebih buruk lagi, dapat pula menyebabkan kerusakan pada suara. Menyanyi diluar wilayah nada alami dapat menimbulkan rasa sakit pada suara. Sedangkan menyanyi pada nada-nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan vocal pathology. Singkatnya, klasifikasi suara yang akurat pada masa awal latihan sangatlah penting bagi seorang penyanyi.
Jika klasifikasi suara yang akurat sangatlah penting, mengapa banyak pengajar dan siswa menyanyi mengkhawatirkan hal tersebut? Alasan utamanya adalah diperlukannya prioritas lain sebelum klasifikasi suara ditetapkan. Penetapan yang terlalu dini dapat menyebabkan kesalahan dalam pengklasifikasian suara yang disertai dengan bahaya-bahaya yang mengikutinya. Banyak siswa yang menghendaki pengklasifikasian yang segera terhadap suaranya, dan ini dapat mendorong pengajar kedalam kesalahan pengklasifikasian tanpa disadari oleh kedua pihak.
Aspek pertama yang terpenting dalam belajar vokal adalah menciptakan kebiasaan menyanyi yang baik dalam wilayah nada yang nyaman. Jika teknik postur, pernafasan, fonasi, resonansi dan artikulasi telah berkembang dengan baik, maka kualitas suara yang sesungguhnya akan muncul, dan bagian atas dan bawah dari wilayah nada penyanyi yang bersangkutan dapat dikembangkan dengan aman. Dalam situasi seperti inilah klasifikasi suara dapat ditetapkan, dan klasifikasi tersebut mungkin saja akan mengalami penyesuaian seiring dengan berkembangnya teknik penyanyi yang bersangkutan.
Peraturan pertama dalam pengklasifikasian suara adalah: “jangan terburu-buru”.
William Vennard menyatakan:
Saya tidak pernah merasa perlunya terburu-buru dalam menentukan klasifikasi suara bagi siswa yang baru mulai belajar. Begitu banyak diagnosa yang bersifat prematur telah terbukti salah, dan hal tersebut dapat sangat menyakitkan pada siswa yang bersangkutan dan merupakan hal yang memalukan bagi pengajar yang tetap mempertahankan klasifikasi yang salah tersebut. Sangatlah baik untuk memulai dengan bagian tengah suara dan melatih bagian atas dan bawahnya hingga suara dapat menentukan klasifikasinya sendiri.
Peraturan kedua adalah: “asumsikan bahwa suatu suara berada dalam klasifikasi menengah hingga terbukti lain”. Terdapat dua alasan mengenai peraturan kedua ini:
1. Kebanyakan orang memiliki tingkat suara menengah;
2. Hal ini akan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian.
Beberapa penelitian mengenaik populasi menyatakan bahwa hanya sekitar 10-15 persen saja orang yang memiliki suara tinggi, begitu pula dengan yang memiliki suara rendah, hanya 10-15 persen, sisanya diasumsikan memiliki suara menengah.
Dengan diketahuinya statistik mayoritas terhadap klasifikasi suara menengah, kesalahan pengklasifikasian akan dapat dikurangi saat seorang siswa terlebih dahulu diasumsikan memiliki klasifikasi suara menengah (Bariton atau Mezzosoprano).
Pada awal latihan vokal, pencapaian kebebasan dalam menyanyi merupakan hal yang sangat penting untuk dicapai dibanding dengan mencoba untuk menyanyi pada wilayah nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Berlatih dalam wilayah nada yang nyaman membantu siswa dalam mencapai kebiasaan bernyanyi yang baik, hal ini tentu saja berhubungan dengan pemilihan literatur lagu bagi siswa yang bersangkutan.
Situasi tertentu seperti dalam sebuah paduan suara merupakan sebuah keadaan yang sangat memungkinkan untuk terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian suara. Pembagian suara yang umum berlaku dalam paduan suara adalah 4 suara, yaitu: SATB (sopran, alto, tenor dan bass). Dikarenakan kebanyakan orang memiliki klasifikasi suara menengah, maka mereka cenderung ditempatkan pada klasifikasi suara yang terkadang terlalu tinggi atau terlalu rendah untuknya. Pada kenyataannya, menyanyi dalam wilayah nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah memiliki resiko pada timbulnya kerusakan suara.
Sebagian siswa terobsesi dengan masalah penklasifikasian suara ini. Ini terjadi karena mereka ingin menjadi seorang penyanyi yang bukan diri mereka sendiri. Klasifikasi suara tinggi untuk kedua jenis gender (tenor dan sopran) merupakan klasifikasi yang dianggap paling populer untuk para penyanyi dikalangan musik klasik.
Sebuah pengujian terhadap penyanyi konser yang paling dicari oleh kebanyakan agensi merupakan bukti dari fenomena ini, terutama bagi para penyanyi wanita. Statistik membuktikan bahwa mayoritas penyanyi yang diinginkan adalah soprano dibandingkan dengan contralto danmezzosoprano. Siswa seringkali terjebak oleh tren populer ini, dan sering kali memaksa diri mereka sendiri untuk menjadi sesuatu yang sebenarnya bukan diri mereka sendiri.
Seorang pengajar vokal dapat mengatasi hal ini dengan cara memberikan penjelasan kepada siswa yang bersangkutan mengenai keuntungan menunda klasifikasi hingga teknik vokalnya memungkinkan untuk melakukan hal tersebut. Nasihat ini agaknya juga baik untuk semua penyanyi.
Kriteria Dalam Menentukan Klasifikasi Suara
Terdapat beberapa kriteria yang sering kali diterapkan oleh pengajar vokal dalam menetapkan klasifikasi suara. Kriteria tersebut adalah:
1. Wilayah nada;
2. Tessitura;
3. Timbre (warna suara); dan
4. Titik transisi.
Wilayah Nada:
Wilayah nada manusia secara garis besar terbagi dalam enam katagori, yaitu:
Klasifikasi suara dengan menggunakan wilayah nada memiliki pengaplikasian yang sering terlupakan ataupun terabaikan. Jelasnya: jika seorang penyanyi diklasifikasikan memiliki suara jenis Tenor, maka hal ini berarti bahwa ia memiliki wilayah nada yang dibutuhkan untuk menyanyikan sebagian besar literatur yang ditulis untuk jenis suaranya tersebut. Konsekuensinya adalah: seorang belum dapat diklasifikasikan sebagai Tenor jika wilayah nada bagian atasnya tidak dapat digunakan untuk menyanyikan sebagian besar literatur untuk Tenor. Hal ini juga berlaku untuk katagori suara lainnya.
Terdapat kesepakatan umum bahwa seorang penyanyi profesional sebaiknya memiliki wilayah nada seluas 2 oktaf yang dapat digunakan untuk menyanyikan kebanyakan literatur vokal yang ditulis untuk jenis suaranya. Kebanyakan literatur vokal ditulis dalam wilayah nada “twelfth” (satu oktaf dan kwint).
Bagan wilayah nada dibawah ini menunjukkan tiga hal:
1. wilayah nada twelfth yang dapat dikuasai oleh seorang penyanyi, wilayah nada ini mencakup sekitar 75% literatur untuk jenis suara yang bersangkutan;
2. wilayah nada 2 oktaf yang merupakan wilayah nada ideal yang harus dimiliki oleh seorang penyanyi;
3. wilayah nada ekstrim yang terkadang dibutuhkan dalam menyanyi.
Wilayah nada dapat merupakan suatu kriteria yang efektif dalam pengklasifikasian suara, namun akan lebih akurat lagi jika hubungkan dengan faktor-faktor lain. Walaupun demikian, cara ini tidak memiliki efektifitas jika diterapkan pada siswa-siswa pemula.
Tessitura:
Tessitura dan Range (wilayah nada) sering digunakan secara keliru. Wilayah nada atau Rangeseringkali dihubungkan sebagai suatu kompas bagi bagian suara seorang penyanyi, sedangkanTessitura seringkali dihubungkan dengan bagian dari wilayah nada yang paling sering digunakan dalam menyanyi. Dua buah lagu dapat saja memiliki wilayah nada yang sama, namun yang pasti keduanya memiliki tessitura yang berbeda, seperti terlihat dalam contoh berikut ini:
Ada beberapa penyanyi yang dapat menyanyikan kedua lagu diatas dengan secara nyaman, sementara lainnya akan merasakan bahwa lagu kedua membutuhkan usaha yang lebih besar karena meskipun tetap dalam wilayah nada 1 oktaf, namun jarak nada terendah dan tertingginya terasa begitu jauh. Dalam kasus inilah tessitura dapat merupakan sebuah faktor yang menentukan dalam sebuah pengklasifikasian suara. Bahkan jika dua suara memiliki wilayah nada yang sama, salah satunya dapat saja terasa lebih tinggi dari suara lainnya jika penyanyi yang bersangkutan menemukantessitura yang nyaman bagi wilayah nadanya.
Penyanyi-penyanyi yang memiliki wilayah nada sangat luas terkadang harus memilih antara menjadi penyanyi Tenor, atau Bariton (atau antara menjadi Soprano atau Mezzosoprano), karena kemampuannya untuk menyanyikan dua jenis suara tersebut. Dalam kasus ini, keputusan yang diambil haruslah berdasarkan pemilihan kenyamanan tessitura, karena usia pita suara berhubungan erat dengan kenyamanan dalam menyanyi. Jika anda dapat menyanyi dalam keduatessitura yang berbeda tersebut secara nyaman, ada baiknya jika anda menentukan pilihan berdasarkan tessitura yang paling sedikit menghasilkan rasa sakit pada pita suara anda. Biasanya pilihan jatuh pada jenis suara yang lebih rendah.
Tessitura haruslah memiliki peranan penting dalam menetukan klasifikasi suara. Hal tersebut dapat sangat membantu saat digunakan dalam klasifikasi suara yang dilakukan berdasarkan wilayah nada dan warna suara (timbre).
Timbre:
Timbre (warna suara) sering kali digunakan oleh para pengajar vokal yang telah berpengalaman dalam melakukan suatu klasifikasi suara. Timbre merupakan kriteria yang paling abstrak dari keempat faktor yang menentukan dalam pengklasifikasian suara, karena pengajar yang bersangkutan harus dapat mendengar suatu suara sebagai suatu bunyi dan dapat menggambarkannya dalam pendengaran mentalnya bagaimana jika nantinya suara tersebut dapat tergarap dengan sempurna.
Untuk melakukan hal ini, seorang pengajar harus memiliki sebuah bunyi-bunyi nada ideal dalam pikirannya. Meskipun timbre bukanlah suatu ilmu eksakta, namun tetap dibutuhkan dalam menentukan sebuah pengklasifikasian suara. Timbre merupakan hal yang sangat beresiko jika dilakukan oleh pengajar yang belum berpengalaman, karena pengajar jenis ini belum memiliki memori tentang bunyi-bunyi nada yang ideal.
Banyak orang yang berasumsi bahwa semua suara terang, ringan atau liris adalah suara tinggi; hal ini tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataannya banyak terdapat penyanyi yang dikatagorikan suara rendah, namun memiliki karakter suara yang ringan dan terang, seperti halnyaBass Liris, Bariton Liris, Contralto Liris, ataupun Mezzosoprano Liris. Begitu pula asumsi yang beranggapan sebaliknya, bahwa semua suara yang gelap, berat dan dramatik termasuk dalam klasifikasi suara rendah, karena beberapa penyanyi justru diklasifikasikan sebagai seorang Tenoratau Sopran dramatis.
Penggunaan istilah “liris dan dramatis” sebenarnya mengacu pada : ukuran suara, jenis kualitas suara atau gaya menyanyi, dan bukan untuk menggambarkan wilayah nada seorang penyanyi. Seorang penyanyi yang bersuara tenor ringan dan liris tidak dapat secara serta-merta diklasifikasikan sebagai Tenor, kecuali jika ia memiliki wilayah nada dan tessitura yang dipersyaratkan bagi seorang penyanyi Tenor.
Banyak penyanyi pemula yang belum terlatih mengalami kesalahan dalam pengklasifikasian suaranya hanya karena mereka memiliki suara yang ringan dan cemerlang, terutama pada gadis-gadis muda yang mengganti bagian atas register modalnya dengan register falsetto.
Kesalahan lain yang sering kali terjadi pada penyanyi pemula adalah kesalahan dalam mengadopsi “vocal image”. Banyak penyanyi Bass yang mengira mereka adalah Tenor dan rela melakukan apa saja untuk meringankan suaranya. Kasus seperti ini tentu saja merugikan bagi penyanyi yang bersangkutan, karena sebuah penelitian yang dilakukan oleh Morton Cooper membuktikan adanya korelasi yang kuat antara “vocal image” yang diadopsi oleh seorang penyanyi dengan berkembangnya kerusakan organik dan fungsi suara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa timbre merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sebuah pengklasifikasian suara, namun ia tetap masih merupakan sesuatu yang bagi banyak orang merupakan sesuatu yang membingungkan. Bagi para pengajar vokal pemula, penggunaan timbresering kali menimbulkan banyak masalah karena kurangnya pengalaman mereka dalam mengajar. Namun seiring dengan bertambahnya pengalaman, timbre akan dirasakan memiliki peranan yang penting dalam suatu pengklasifikasian suara, terutama jika dipadukan dengan faktor-faktor lain seperti wilayah nada dan tessitura.
Titik Transisi (Transition Points):
Hingga saat ini, masih banyak pengajar vokal yang menggunakan titik transisi sebagai satu-satunya faktor dalam pengklasifikasian suara. Namun, menggunakan titik transisi tanpa disertai oleh faktor-faktor lain yang telah disebutkan diatas merupakan cara yang sangat beresiko, karena masih banyak dibayangi oleh berbagai macam keraguan, seperti permasalahan dalam penggunaan istilah, perbedaan jumlah register dan jenis klasifikasi suara.
Secara umum disebutkan bahwa sebagian besar penyanyi memiliki sebuah nada yang diklasifikasikan sebagai nada transisi dari satu register ke register lain (diatas, ataupun dibawahnya). Perpindahan register ini akan membawa dampak pada berubahnya kualitas suara ataupun pada perubahan teknik menyanyi. Nada yang menjadi titik transisi pada setiap penyanyi masih dalam berdebatan, namun yang menarik dari masalah ini adalah bahwa pada wanita transisi terjadi pada bagian bawah suaranya, sedang pada pria terjadi pada bagian atas suaranya, namun pada pitch yang sama. Dalam bagan dibawah ini dapat kita lihat nada-nada transisi yang sering terjadi pada kebanyakan penyanyi.
Suara wanita cendrung untuk memperlihatkan sebuah serial transisi nada yang mendekati tingkatan satu oktaf diatasnya (biasanya disebut sebagai transisi dari suara menengah ke suara kepala). Terdapat kesepakatan bahwa nada transisi atas ini dianggap lebih menentukan dalam suatu pengklasifikasian suara.
Metode pengklasifikasian suara dengan menggunakan titik transisi merupakan cara yang jauh dari kecurangan ataupun kesalahan, karena dengan metode ini seorang penyanyi akan sulit untuk mengkamuflase titik transisinya, kecuali jika teknik vokal penyanyi yang bersangkutan telah berkembang dengan baik.
Setiap bentuk huruf hidup memiliki titik transisi yang berbeda, maka dalam suatu pengklasifikasian suara, pemilihan huruf hidup haruslah dilakukan dengan sangat teliti.
Pertimbangan Lain:
Selain menggunakan menggunakan keempat jenis cara pengklasifikasian suara seperti yang telah dijelaskan diatas, seorang pengajar vokal juga dapat menggunakan faktor lain sebagai bahan pertimbangannya, faktor ini seperti: karakter fisik, tingkat bicara, dan pengujian secara ilmiah. Dalam dunia menyanyi dikenal suatu anggapan umum yang menyatakan bahwa orang-orang yang bersuara tinggi cendrung untuk memiliki karakter fisik seperti: wajah yang bulat, leher yang pendek, dada yang bidang, serta tinggi badan yang relatif pendek, sementara orang-orang yang memiliki suara yang rendah cendrung memiliki karakter fisik sebaliknya.
Pengajar vokal lainnya akan mengadakan suatu penyelidikan serta pengamatan terhadap bentuk dan dimensi langit-langit lunak dan keras, struktur tulang dan sedikit penggunaan firasat sebagai faktor penentu sebuah klasifikasi suara.
Penulis telah memimpin sebuah paduan suara pria selama beberapa tahun, walaupun Tenortertinggi dan Bass terendah memiliki bentuk tubuh yang relatif sama dengan penggambaran diatas, namun tetap saja ada penyanyi yang karakter fisiknya tidak menyerupai penggambaran diatas. Informasi mengenai karakteristik fisik harus ditambahkan dalam data yang digunakan dalam klasifikasi suara, namun bukan sebagai faktor penentu.
Tingkat bicara (speech level) belakang ini telah diterima sebagai salah satu faktor penentu dalam sebuah klasifikasi suara, hal ini dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa seorang penyanyi yang baik juga merupakan seorang pembicara yang baik. Pengajar vokal dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperbaiki kebiasaan berbicara para siswanya, terutama berkenaan dengan penggunaan intonasi-intonasi tinggi. Lebih mudah bagi seorang sisiwa untuk mengembangkan kebiasaan berbicara yang baik jika berhubungan dengan timbre (warna suara), volume, resonansi dan fonasi dibandingkan jika hal tersebut dilakukan suara menyanyi.
Beberapa pengamatan menyatakan bahwa terdapat kolerasi yang kuat antara tingkat optimum dari suara berbicara seseorang dengan hasil klasifikasi suara orang yang bersangkutan, namun hasilnya memang tidak terlalu menyakinkan.
Salah satu metode pengklasifikasian suara yang sangat akurat adalah dengan menggunkan pengujian secara ilmiah. Untuk saat ini, pengujian tersebut masih dianggap tidak praktis karena membutuhkan peralatan khusus, operator yang terlatih serta biaya yang cukup mahal. Pengujian ini mengacu pada adanya kolerasi yang kuat antara dimensi larynx dan katagori suara. Walaupun terdapat beberapa pengecualian, dapat dipastikan bahwa panjang pita suara sangat menentukan tipe suara pemiliknya. Penelitian telah dilakukan berkenaan dengan hubungan spektrum nada (vowel formants) dengan tipe suara. Namun untuk saat ini, pengujian seperti itu belum dapat dilakukan didalam kelas, dan pengajar vokal masih harus kembali melakukan sebuah pengklasifikasian suara secara subjektif, dengan menggunakan kriteria-kriteria tradisional seperti telah dijelaskan diatas.
Klasifikasi terbaik baru dapat dicapai setelah seorang pengajar dapat mengumpulkan data-data yang didapat dari berbagai metode, dan bukan hanya dengan menggunakan sebuah metode saja. Jika seluruh data yang didapat masih belum dapat memudahkan anda dalam pengambilan keputusan, kiranya tessitura yang nyaman merupakan faktor yang paling utama.
Sebuah Sistem Klasifikasi Cepat Untuk Audisi Paduan Suara
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peraturan pertama dalam sebuah klasifikasi suara adalah: jangan terlalu cepat dalam menetukan. Ini merupakan peraturan yang sangat penting untuk dipatuhi, namun dalam situasi yang membutuhkan sebuah pengkasifikasian yang cepat dan akurat (seperti dalam audisi paduan suara), anda dituntut untuk dapat menggunakan sebuah metode pengklasifikasian yang tepat, berikut dengan perkiraan terhadap kriteria tradisional seperti: wilayah nada, tessitura, timbre dan titik transisi.
Sebelum audisi dimulai, persiapkanlah kartu audisi atau lembar penilaian yang berisikan data-data yang akan anda butuhkan, seperti: wilayah nada total, terssitura (tinggi, menengah, rendah), timbre, kesalahan dalam kualitas nada (nasalitas, teriakan, terlalu gelap dsb.), blend (pencampuran), vibrato, intonasi, kemampuan membaca musik ataupun hal-hal lain yang anda butuhkan. Gunakan sebuah lagu yang memiliki wilayah nada sedikitnya satu oktaf dan kuart. Sebagai contoh anda dapat menggunakan AUSTRIAN HYMN ciptaan Handel dibawah ini sebagai lagu audisi.
Langkah 1:
Minta siswa untuk menyanyikan lagu dalam nada dasar Es mayor. Periksalah hasilnya dengan dengan pernyataan dibawah ini:
Langkah 2:
Turunkan nada dasar terts minor kebawah menjadi C mayor. Mintalah siswa untuk kembali menyanyikan lagu tersebut sekali lagi. Periksalah hasilnya dengan pernyataan dibawah ini:
Langkah 3:
Turunkan nada dasar sekond mayor kebawah menjadi Bes (nada awal F). Mintalah siswa untuk menyanyikan setengah lagu bagian atas. Periksalah hasilnya dengan pernyataan dibawah ini:
Langkah 4:
Turunkan nada dasar satu laras kebawah menjadi A mol (nada awal Es). Mintalah siswa untuk menyanyikan setengah dari lagu tersebut. Jika ia dapat menyanyikan nada rendahnya dengan baik, turunkan kembali nada dasarnya, setengah laras, ataupun satu laras hingga nada rendahnya tidak terdengar lagi. Hal ini akan memberikan informasi pada anda tentang nada terendah yang dapat dinyanyikan oleh siswa yang bersangkutan. Untuk suara-suara rendah, prosedurnya dapat dihentikan di titik ini.
Langkah 5:
Naikkan nada dasar hingga ke G mol mayor (nada awal Des). Pada prosedur sebelumnya anda telah dapat mengidentifikasi suara-suara rendah, dan prosedur ini dimaksudkan untuk memisahkan suara menengah dari suara tinggi. Mintalah siswa untuk menyanyikan lagu diatas secara utuh. Cocokkan dengan pernyataan berikut ini:
Langkah 6:
Naikkan nada dasar keatas menjadi A mol (nada awal adalah Es). Mintalah siswa menyanyikan lagu diatas secara penuh.
Langkah 7:
Naikkan kembali nada satu laras keatas menjadi B mol. Mintalah siswa untuk menyanyikan bagian bagian akhir lagu dimaksud. Jika ia dapat menyanyikan nada tertingginya, naikkan kembali nada dasarnya setengah atau satu laras hingga mencapai titik tertinggi suaranya.
Prosedur diatas sepertinya terlihat rumit, namun sebenarnya tidak. Beberapa audisi hanya memerlukan tidak lebih dari empat langkah. Jika anda ingin memperhatikan titik transisi, beberapa nada dasar dari lagu ini dapat memfasilitasinya. Penulis telah berhasil menggunakan pendekatan ini untuk beberapa waktu. Nada-nada dasar yang digunakan pada lagu yang telah ditentukan merupakan nada-nada yang tepat untuk sebuah lagu yang memiliki wilayah nada yang cukup luas untuk mengekspos secara singkat masalah-masalah yang sering muncul dalam hal wilayah nada,tessitura, timbre dan titik transisi. Jika sebuah lagu hanya memiliki wilayah nada yang sempit, maka prosedurnya harus terus diulang untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Jelasnya, terdapat beberapa siswa yang memiliki wilayah nada yang luas, sehingga agak sulit untuk dapat diklasifikasi. Dalam kasus-kasus seperti ini, kenyamanan dalam tessitura nampaknya harus menjadi penentuan terakhir.
Bahaya Kesalahan Klasifikasi
Kesalahan yang terjadi akibat kesalahan dalam pengklasifikasian suara antara lain: hilangnya keindahan nada maupun kebebasan dalam berproduksi, karir menyanyi yang singkat, frustrasi dan kekecewaan yang berlarut-larut, dan kemungkinan terjadinya kerusakan vokal yang serius. Sayangnya, beberapa dari bahaya ini tidak muncul dalam waktu yang singkat, suara manusia terbilang cukup liat, terutama pada waktu awal memasuki periode dewasa, dan kerusakan tidak akan muncul dalam hitungan bulan hingga hitungan tahun. Menyanyi diluar wilayah nada terbaik anda akan merampas keindahan suara anda.
Menyanyi pada wilayah nada yang ekstrim (terlalu tinggi atau terlalu rendah) dapat merusak suara. Namun begitu, kerusakan pada wilayah nada yang terlalu rendah tidak sebesar yang dihasilkan oleh menyanyi dalam wilayah nada yang terlalu tinggi. Beberapa dokter spesialis THT menjatakan bahwa menyanyi dengan tingkatan nada terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan tertentu pada pita suara, diantaranya vocal nodules (benjolan pada pita suara yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaan pita suara).
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa menyanyi pada tingkatan nada yang terlalu rendah tidak banyak menimbulkan kerusakan pada pita suara, kecuali jika anda menekan suara anda kebawah. Jika dinyanyikan dengan benar, nada rendah memiliki tekanan udara yang relatif rendah yang menyebabkan pita suara dapat bergetar dengan bebas. Jika nada tersebut diturunkan jauh melebihi batas wilayah nada penyanyi yang bersangkutan, maka suara yang dihasilkan akan cendrung tidak terdengar atau bahkan berubah menjadi desahan nafas. Kejadian seperti ini tidak menimbulkan kerusakan pada pita suara, kecuali jika penyanyi yang bersangkutan berusaha sekuat tenaga menekan suaranya kebawah.
Jika klasifikasi suara telah dapat ditemukan dan teknik menyanyi yang baik telah digunakan, maka seorang penyanyi dapat memiliki karir menyanyi yang cukup panjang, bahkan hingga ia berusia 60 atau 70 tahun, tergantung pada kesehatan tubuh penyanyi yang bersangkutan. Pada dasarnya terdapat 4 faktor yang dapat memperpendek karir menyanyi seseorang, dimana 3 faktor diantaranya dapat dihindari. Keempat faktor tersebut adalah:
1. Klasifikasi suara yang salah;
2. Teknik vokal yang salah;
3. Menyanyi yang terlalu lama dan terlalu sering tanpa istirahat yang cukup;
4. Masalah kesehatan.
Kesimpulan:
Jika klasifikasi suara dan teknik menyanyi anda telah benar, maka anda memiliki kemungkinan besar untuk dapat menyanyi lebih lama dan lebih sering tanpa menimbulkan kerusakan pada pita suara. Dengan kata lain, jika anda menyetahui cara menyanyi dengan benar, anda akan dapat menyanyi dengan bebas dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.
(Disadur dari buku: "THE DIAGNOSIS & CORRECTION OF VOCAL VAULTS" - James C. McKinney) oleh Charles Nasution
Klasifikasi vokal menimbulkan sebuah keadaan parodoksial; disatu sisi hal tersebut merupakan suatu keputusan penting yang harus dibuat oleh seorang guru terhadap suara muridnya (atau seorang penyanyi terhadap suaranya), disisi lain klasifikasi ini juga banyak dicemaskan oleh pengajar maupun pelaku seni suara.
Dari situasi ini muncul sebuah pertanyaan: “Mengapa klasifikasi vokal menjadi hal yang sangat penting?” Hal tersebut menjadi sangat penting karena klasifikasi suara yang salah dapat menghilangkan keindahan dan kebebasan seseorang dalam menyanyi, serta dapat menghasilkan frustasi yang berkepanjangan dan kekecewaan. Yang lebih buruk lagi, dapat pula menyebabkan kerusakan pada suara. Menyanyi diluar wilayah nada alami dapat menimbulkan rasa sakit pada suara. Sedangkan menyanyi pada nada-nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan vocal pathology. Singkatnya, klasifikasi suara yang akurat pada masa awal latihan sangatlah penting bagi seorang penyanyi.
Jika klasifikasi suara yang akurat sangatlah penting, mengapa banyak pengajar dan siswa menyanyi mengkhawatirkan hal tersebut? Alasan utamanya adalah diperlukannya prioritas lain sebelum klasifikasi suara ditetapkan. Penetapan yang terlalu dini dapat menyebabkan kesalahan dalam pengklasifikasian suara yang disertai dengan bahaya-bahaya yang mengikutinya. Banyak siswa yang menghendaki pengklasifikasian yang segera terhadap suaranya, dan ini dapat mendorong pengajar kedalam kesalahan pengklasifikasian tanpa disadari oleh kedua pihak.
Aspek pertama yang terpenting dalam belajar vokal adalah menciptakan kebiasaan menyanyi yang baik dalam wilayah nada yang nyaman. Jika teknik postur, pernafasan, fonasi, resonansi dan artikulasi telah berkembang dengan baik, maka kualitas suara yang sesungguhnya akan muncul, dan bagian atas dan bawah dari wilayah nada penyanyi yang bersangkutan dapat dikembangkan dengan aman. Dalam situasi seperti inilah klasifikasi suara dapat ditetapkan, dan klasifikasi tersebut mungkin saja akan mengalami penyesuaian seiring dengan berkembangnya teknik penyanyi yang bersangkutan.
Peraturan pertama dalam pengklasifikasian suara adalah: “jangan terburu-buru”.
William Vennard menyatakan:
Saya tidak pernah merasa perlunya terburu-buru dalam menentukan klasifikasi suara bagi siswa yang baru mulai belajar. Begitu banyak diagnosa yang bersifat prematur telah terbukti salah, dan hal tersebut dapat sangat menyakitkan pada siswa yang bersangkutan dan merupakan hal yang memalukan bagi pengajar yang tetap mempertahankan klasifikasi yang salah tersebut. Sangatlah baik untuk memulai dengan bagian tengah suara dan melatih bagian atas dan bawahnya hingga suara dapat menentukan klasifikasinya sendiri.
Peraturan kedua adalah: “asumsikan bahwa suatu suara berada dalam klasifikasi menengah hingga terbukti lain”. Terdapat dua alasan mengenai peraturan kedua ini:
1. Kebanyakan orang memiliki tingkat suara menengah;
2. Hal ini akan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian.
Beberapa penelitian mengenaik populasi menyatakan bahwa hanya sekitar 10-15 persen saja orang yang memiliki suara tinggi, begitu pula dengan yang memiliki suara rendah, hanya 10-15 persen, sisanya diasumsikan memiliki suara menengah.
Dengan diketahuinya statistik mayoritas terhadap klasifikasi suara menengah, kesalahan pengklasifikasian akan dapat dikurangi saat seorang siswa terlebih dahulu diasumsikan memiliki klasifikasi suara menengah (Bariton atau Mezzosoprano).
Pada awal latihan vokal, pencapaian kebebasan dalam menyanyi merupakan hal yang sangat penting untuk dicapai dibanding dengan mencoba untuk menyanyi pada wilayah nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Berlatih dalam wilayah nada yang nyaman membantu siswa dalam mencapai kebiasaan bernyanyi yang baik, hal ini tentu saja berhubungan dengan pemilihan literatur lagu bagi siswa yang bersangkutan.
Situasi tertentu seperti dalam sebuah paduan suara merupakan sebuah keadaan yang sangat memungkinkan untuk terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian suara. Pembagian suara yang umum berlaku dalam paduan suara adalah 4 suara, yaitu: SATB (sopran, alto, tenor dan bass). Dikarenakan kebanyakan orang memiliki klasifikasi suara menengah, maka mereka cenderung ditempatkan pada klasifikasi suara yang terkadang terlalu tinggi atau terlalu rendah untuknya. Pada kenyataannya, menyanyi dalam wilayah nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah memiliki resiko pada timbulnya kerusakan suara.
Sebagian siswa terobsesi dengan masalah penklasifikasian suara ini. Ini terjadi karena mereka ingin menjadi seorang penyanyi yang bukan diri mereka sendiri. Klasifikasi suara tinggi untuk kedua jenis gender (tenor dan sopran) merupakan klasifikasi yang dianggap paling populer untuk para penyanyi dikalangan musik klasik.
Sebuah pengujian terhadap penyanyi konser yang paling dicari oleh kebanyakan agensi merupakan bukti dari fenomena ini, terutama bagi para penyanyi wanita. Statistik membuktikan bahwa mayoritas penyanyi yang diinginkan adalah soprano dibandingkan dengan contralto danmezzosoprano. Siswa seringkali terjebak oleh tren populer ini, dan sering kali memaksa diri mereka sendiri untuk menjadi sesuatu yang sebenarnya bukan diri mereka sendiri.
Seorang pengajar vokal dapat mengatasi hal ini dengan cara memberikan penjelasan kepada siswa yang bersangkutan mengenai keuntungan menunda klasifikasi hingga teknik vokalnya memungkinkan untuk melakukan hal tersebut. Nasihat ini agaknya juga baik untuk semua penyanyi.
Kriteria Dalam Menentukan Klasifikasi Suara
Terdapat beberapa kriteria yang sering kali diterapkan oleh pengajar vokal dalam menetapkan klasifikasi suara. Kriteria tersebut adalah:
1. Wilayah nada;
2. Tessitura;
3. Timbre (warna suara); dan
4. Titik transisi.
Wilayah Nada:
Wilayah nada manusia secara garis besar terbagi dalam enam katagori, yaitu:
- Bass;
- Bariton;
- Tenor;
- Contralto;
- Mezzosoprano;
- Soprano.
Klasifikasi suara dengan menggunakan wilayah nada memiliki pengaplikasian yang sering terlupakan ataupun terabaikan. Jelasnya: jika seorang penyanyi diklasifikasikan memiliki suara jenis Tenor, maka hal ini berarti bahwa ia memiliki wilayah nada yang dibutuhkan untuk menyanyikan sebagian besar literatur yang ditulis untuk jenis suaranya tersebut. Konsekuensinya adalah: seorang belum dapat diklasifikasikan sebagai Tenor jika wilayah nada bagian atasnya tidak dapat digunakan untuk menyanyikan sebagian besar literatur untuk Tenor. Hal ini juga berlaku untuk katagori suara lainnya.
Terdapat kesepakatan umum bahwa seorang penyanyi profesional sebaiknya memiliki wilayah nada seluas 2 oktaf yang dapat digunakan untuk menyanyikan kebanyakan literatur vokal yang ditulis untuk jenis suaranya. Kebanyakan literatur vokal ditulis dalam wilayah nada “twelfth” (satu oktaf dan kwint).
Bagan wilayah nada dibawah ini menunjukkan tiga hal:
1. wilayah nada twelfth yang dapat dikuasai oleh seorang penyanyi, wilayah nada ini mencakup sekitar 75% literatur untuk jenis suara yang bersangkutan;
2. wilayah nada 2 oktaf yang merupakan wilayah nada ideal yang harus dimiliki oleh seorang penyanyi;
3. wilayah nada ekstrim yang terkadang dibutuhkan dalam menyanyi.
Wilayah nada dapat merupakan suatu kriteria yang efektif dalam pengklasifikasian suara, namun akan lebih akurat lagi jika hubungkan dengan faktor-faktor lain. Walaupun demikian, cara ini tidak memiliki efektifitas jika diterapkan pada siswa-siswa pemula.
Tessitura:
Tessitura dan Range (wilayah nada) sering digunakan secara keliru. Wilayah nada atau Rangeseringkali dihubungkan sebagai suatu kompas bagi bagian suara seorang penyanyi, sedangkanTessitura seringkali dihubungkan dengan bagian dari wilayah nada yang paling sering digunakan dalam menyanyi. Dua buah lagu dapat saja memiliki wilayah nada yang sama, namun yang pasti keduanya memiliki tessitura yang berbeda, seperti terlihat dalam contoh berikut ini:
Ada beberapa penyanyi yang dapat menyanyikan kedua lagu diatas dengan secara nyaman, sementara lainnya akan merasakan bahwa lagu kedua membutuhkan usaha yang lebih besar karena meskipun tetap dalam wilayah nada 1 oktaf, namun jarak nada terendah dan tertingginya terasa begitu jauh. Dalam kasus inilah tessitura dapat merupakan sebuah faktor yang menentukan dalam sebuah pengklasifikasian suara. Bahkan jika dua suara memiliki wilayah nada yang sama, salah satunya dapat saja terasa lebih tinggi dari suara lainnya jika penyanyi yang bersangkutan menemukantessitura yang nyaman bagi wilayah nadanya.
Penyanyi-penyanyi yang memiliki wilayah nada sangat luas terkadang harus memilih antara menjadi penyanyi Tenor, atau Bariton (atau antara menjadi Soprano atau Mezzosoprano), karena kemampuannya untuk menyanyikan dua jenis suara tersebut. Dalam kasus ini, keputusan yang diambil haruslah berdasarkan pemilihan kenyamanan tessitura, karena usia pita suara berhubungan erat dengan kenyamanan dalam menyanyi. Jika anda dapat menyanyi dalam keduatessitura yang berbeda tersebut secara nyaman, ada baiknya jika anda menentukan pilihan berdasarkan tessitura yang paling sedikit menghasilkan rasa sakit pada pita suara anda. Biasanya pilihan jatuh pada jenis suara yang lebih rendah.
Tessitura haruslah memiliki peranan penting dalam menetukan klasifikasi suara. Hal tersebut dapat sangat membantu saat digunakan dalam klasifikasi suara yang dilakukan berdasarkan wilayah nada dan warna suara (timbre).
Timbre:
Timbre (warna suara) sering kali digunakan oleh para pengajar vokal yang telah berpengalaman dalam melakukan suatu klasifikasi suara. Timbre merupakan kriteria yang paling abstrak dari keempat faktor yang menentukan dalam pengklasifikasian suara, karena pengajar yang bersangkutan harus dapat mendengar suatu suara sebagai suatu bunyi dan dapat menggambarkannya dalam pendengaran mentalnya bagaimana jika nantinya suara tersebut dapat tergarap dengan sempurna.
Untuk melakukan hal ini, seorang pengajar harus memiliki sebuah bunyi-bunyi nada ideal dalam pikirannya. Meskipun timbre bukanlah suatu ilmu eksakta, namun tetap dibutuhkan dalam menentukan sebuah pengklasifikasian suara. Timbre merupakan hal yang sangat beresiko jika dilakukan oleh pengajar yang belum berpengalaman, karena pengajar jenis ini belum memiliki memori tentang bunyi-bunyi nada yang ideal.
Banyak orang yang berasumsi bahwa semua suara terang, ringan atau liris adalah suara tinggi; hal ini tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataannya banyak terdapat penyanyi yang dikatagorikan suara rendah, namun memiliki karakter suara yang ringan dan terang, seperti halnyaBass Liris, Bariton Liris, Contralto Liris, ataupun Mezzosoprano Liris. Begitu pula asumsi yang beranggapan sebaliknya, bahwa semua suara yang gelap, berat dan dramatik termasuk dalam klasifikasi suara rendah, karena beberapa penyanyi justru diklasifikasikan sebagai seorang Tenoratau Sopran dramatis.
Penggunaan istilah “liris dan dramatis” sebenarnya mengacu pada : ukuran suara, jenis kualitas suara atau gaya menyanyi, dan bukan untuk menggambarkan wilayah nada seorang penyanyi. Seorang penyanyi yang bersuara tenor ringan dan liris tidak dapat secara serta-merta diklasifikasikan sebagai Tenor, kecuali jika ia memiliki wilayah nada dan tessitura yang dipersyaratkan bagi seorang penyanyi Tenor.
Banyak penyanyi pemula yang belum terlatih mengalami kesalahan dalam pengklasifikasian suaranya hanya karena mereka memiliki suara yang ringan dan cemerlang, terutama pada gadis-gadis muda yang mengganti bagian atas register modalnya dengan register falsetto.
Kesalahan lain yang sering kali terjadi pada penyanyi pemula adalah kesalahan dalam mengadopsi “vocal image”. Banyak penyanyi Bass yang mengira mereka adalah Tenor dan rela melakukan apa saja untuk meringankan suaranya. Kasus seperti ini tentu saja merugikan bagi penyanyi yang bersangkutan, karena sebuah penelitian yang dilakukan oleh Morton Cooper membuktikan adanya korelasi yang kuat antara “vocal image” yang diadopsi oleh seorang penyanyi dengan berkembangnya kerusakan organik dan fungsi suara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa timbre merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sebuah pengklasifikasian suara, namun ia tetap masih merupakan sesuatu yang bagi banyak orang merupakan sesuatu yang membingungkan. Bagi para pengajar vokal pemula, penggunaan timbresering kali menimbulkan banyak masalah karena kurangnya pengalaman mereka dalam mengajar. Namun seiring dengan bertambahnya pengalaman, timbre akan dirasakan memiliki peranan yang penting dalam suatu pengklasifikasian suara, terutama jika dipadukan dengan faktor-faktor lain seperti wilayah nada dan tessitura.
Titik Transisi (Transition Points):
Hingga saat ini, masih banyak pengajar vokal yang menggunakan titik transisi sebagai satu-satunya faktor dalam pengklasifikasian suara. Namun, menggunakan titik transisi tanpa disertai oleh faktor-faktor lain yang telah disebutkan diatas merupakan cara yang sangat beresiko, karena masih banyak dibayangi oleh berbagai macam keraguan, seperti permasalahan dalam penggunaan istilah, perbedaan jumlah register dan jenis klasifikasi suara.
Secara umum disebutkan bahwa sebagian besar penyanyi memiliki sebuah nada yang diklasifikasikan sebagai nada transisi dari satu register ke register lain (diatas, ataupun dibawahnya). Perpindahan register ini akan membawa dampak pada berubahnya kualitas suara ataupun pada perubahan teknik menyanyi. Nada yang menjadi titik transisi pada setiap penyanyi masih dalam berdebatan, namun yang menarik dari masalah ini adalah bahwa pada wanita transisi terjadi pada bagian bawah suaranya, sedang pada pria terjadi pada bagian atas suaranya, namun pada pitch yang sama. Dalam bagan dibawah ini dapat kita lihat nada-nada transisi yang sering terjadi pada kebanyakan penyanyi.
Suara wanita cendrung untuk memperlihatkan sebuah serial transisi nada yang mendekati tingkatan satu oktaf diatasnya (biasanya disebut sebagai transisi dari suara menengah ke suara kepala). Terdapat kesepakatan bahwa nada transisi atas ini dianggap lebih menentukan dalam suatu pengklasifikasian suara.
Metode pengklasifikasian suara dengan menggunakan titik transisi merupakan cara yang jauh dari kecurangan ataupun kesalahan, karena dengan metode ini seorang penyanyi akan sulit untuk mengkamuflase titik transisinya, kecuali jika teknik vokal penyanyi yang bersangkutan telah berkembang dengan baik.
Setiap bentuk huruf hidup memiliki titik transisi yang berbeda, maka dalam suatu pengklasifikasian suara, pemilihan huruf hidup haruslah dilakukan dengan sangat teliti.
Pertimbangan Lain:
Selain menggunakan menggunakan keempat jenis cara pengklasifikasian suara seperti yang telah dijelaskan diatas, seorang pengajar vokal juga dapat menggunakan faktor lain sebagai bahan pertimbangannya, faktor ini seperti: karakter fisik, tingkat bicara, dan pengujian secara ilmiah. Dalam dunia menyanyi dikenal suatu anggapan umum yang menyatakan bahwa orang-orang yang bersuara tinggi cendrung untuk memiliki karakter fisik seperti: wajah yang bulat, leher yang pendek, dada yang bidang, serta tinggi badan yang relatif pendek, sementara orang-orang yang memiliki suara yang rendah cendrung memiliki karakter fisik sebaliknya.
Pengajar vokal lainnya akan mengadakan suatu penyelidikan serta pengamatan terhadap bentuk dan dimensi langit-langit lunak dan keras, struktur tulang dan sedikit penggunaan firasat sebagai faktor penentu sebuah klasifikasi suara.
Penulis telah memimpin sebuah paduan suara pria selama beberapa tahun, walaupun Tenortertinggi dan Bass terendah memiliki bentuk tubuh yang relatif sama dengan penggambaran diatas, namun tetap saja ada penyanyi yang karakter fisiknya tidak menyerupai penggambaran diatas. Informasi mengenai karakteristik fisik harus ditambahkan dalam data yang digunakan dalam klasifikasi suara, namun bukan sebagai faktor penentu.
Tingkat bicara (speech level) belakang ini telah diterima sebagai salah satu faktor penentu dalam sebuah klasifikasi suara, hal ini dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa seorang penyanyi yang baik juga merupakan seorang pembicara yang baik. Pengajar vokal dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperbaiki kebiasaan berbicara para siswanya, terutama berkenaan dengan penggunaan intonasi-intonasi tinggi. Lebih mudah bagi seorang sisiwa untuk mengembangkan kebiasaan berbicara yang baik jika berhubungan dengan timbre (warna suara), volume, resonansi dan fonasi dibandingkan jika hal tersebut dilakukan suara menyanyi.
Beberapa pengamatan menyatakan bahwa terdapat kolerasi yang kuat antara tingkat optimum dari suara berbicara seseorang dengan hasil klasifikasi suara orang yang bersangkutan, namun hasilnya memang tidak terlalu menyakinkan.
Salah satu metode pengklasifikasian suara yang sangat akurat adalah dengan menggunkan pengujian secara ilmiah. Untuk saat ini, pengujian tersebut masih dianggap tidak praktis karena membutuhkan peralatan khusus, operator yang terlatih serta biaya yang cukup mahal. Pengujian ini mengacu pada adanya kolerasi yang kuat antara dimensi larynx dan katagori suara. Walaupun terdapat beberapa pengecualian, dapat dipastikan bahwa panjang pita suara sangat menentukan tipe suara pemiliknya. Penelitian telah dilakukan berkenaan dengan hubungan spektrum nada (vowel formants) dengan tipe suara. Namun untuk saat ini, pengujian seperti itu belum dapat dilakukan didalam kelas, dan pengajar vokal masih harus kembali melakukan sebuah pengklasifikasian suara secara subjektif, dengan menggunakan kriteria-kriteria tradisional seperti telah dijelaskan diatas.
Klasifikasi terbaik baru dapat dicapai setelah seorang pengajar dapat mengumpulkan data-data yang didapat dari berbagai metode, dan bukan hanya dengan menggunakan sebuah metode saja. Jika seluruh data yang didapat masih belum dapat memudahkan anda dalam pengambilan keputusan, kiranya tessitura yang nyaman merupakan faktor yang paling utama.
Sebuah Sistem Klasifikasi Cepat Untuk Audisi Paduan Suara
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peraturan pertama dalam sebuah klasifikasi suara adalah: jangan terlalu cepat dalam menetukan. Ini merupakan peraturan yang sangat penting untuk dipatuhi, namun dalam situasi yang membutuhkan sebuah pengkasifikasian yang cepat dan akurat (seperti dalam audisi paduan suara), anda dituntut untuk dapat menggunakan sebuah metode pengklasifikasian yang tepat, berikut dengan perkiraan terhadap kriteria tradisional seperti: wilayah nada, tessitura, timbre dan titik transisi.
Sebelum audisi dimulai, persiapkanlah kartu audisi atau lembar penilaian yang berisikan data-data yang akan anda butuhkan, seperti: wilayah nada total, terssitura (tinggi, menengah, rendah), timbre, kesalahan dalam kualitas nada (nasalitas, teriakan, terlalu gelap dsb.), blend (pencampuran), vibrato, intonasi, kemampuan membaca musik ataupun hal-hal lain yang anda butuhkan. Gunakan sebuah lagu yang memiliki wilayah nada sedikitnya satu oktaf dan kuart. Sebagai contoh anda dapat menggunakan AUSTRIAN HYMN ciptaan Handel dibawah ini sebagai lagu audisi.
Langkah 1:
Minta siswa untuk menyanyikan lagu dalam nada dasar Es mayor. Periksalah hasilnya dengan dengan pernyataan dibawah ini:
- Jika ia menyanyikan nada rendahnya dengan baik, namun memiliki beberapa kesulitan dengan nada-nada tinggi atau menyanyikannya dengan keras, siswa tersebut kemungkinan bersuara rendah.
- Jika ia dapat menyanyikan baik nada rendah maupun nada tinggi dengan nyaman, siswa tersebut kemungkinan bersuara menengah.
- Jika ia nada rendahnya terdengar samar atau lemah, maka kemungkinan ia bersuara tinggi. Hilangkan langkah 2, 3, dan 4 untuk siswa-siwa bersuara tinggi.
Langkah 2:
Turunkan nada dasar terts minor kebawah menjadi C mayor. Mintalah siswa untuk kembali menyanyikan lagu tersebut sekali lagi. Periksalah hasilnya dengan pernyataan dibawah ini:
- Jika nada rendah dapat dinyanyikan dengan kuat dan nada tinggi dinyanyikan dengan nyaman, siswa tersebut kemungkinan bersuara rendah.
- Jika nada rendah lemah atau hampir tak terdengar, siswa tersebut kemungkinan bersuara menengah. Jika anda tidak terlalu yakin akan hal ini, lakukan langkah 3. Jika tidak, hilangkan langkah 3.
Langkah 3:
Turunkan nada dasar sekond mayor kebawah menjadi Bes (nada awal F). Mintalah siswa untuk menyanyikan setengah lagu bagian atas. Periksalah hasilnya dengan pernyataan dibawah ini:
- Jika nada rendahnya nyaman, ia kemungkinan bersuara rendah. Berhenti di langkah ini.
- Jika nada rendahnya lemah atau tak terdengar, ia kemungkinan bersuara menengah. Hilangkan langkah 4.
Langkah 4:
Turunkan nada dasar satu laras kebawah menjadi A mol (nada awal Es). Mintalah siswa untuk menyanyikan setengah dari lagu tersebut. Jika ia dapat menyanyikan nada rendahnya dengan baik, turunkan kembali nada dasarnya, setengah laras, ataupun satu laras hingga nada rendahnya tidak terdengar lagi. Hal ini akan memberikan informasi pada anda tentang nada terendah yang dapat dinyanyikan oleh siswa yang bersangkutan. Untuk suara-suara rendah, prosedurnya dapat dihentikan di titik ini.
Langkah 5:
Naikkan nada dasar hingga ke G mol mayor (nada awal Des). Pada prosedur sebelumnya anda telah dapat mengidentifikasi suara-suara rendah, dan prosedur ini dimaksudkan untuk memisahkan suara menengah dari suara tinggi. Mintalah siswa untuk menyanyikan lagu diatas secara utuh. Cocokkan dengan pernyataan berikut ini:
- Jika siswa yang bersangkutan dapat menyanyikan nada terendah dari lagu tersebut dengan mudah, namun memiliki kesulitan dengan nada-nada tingginya, kemungkinan siswa yang bersangkutan memiliki suara yang menengah.
- Jika siswa yang bersangkutan dapat menyanyikan baik nada rendah maupun nada tinggi pada lagu tersebut dengan nyaman, kemungkinan bahwa siswa yang bersangkutan memiliki suara yang tinggi ataupun suara menengah.
- Jika nada terendahnya dinyanyikan dengan lemah atau tidak terdengar, kemungkinan ia memiliki suara tinggi.
Langkah 6:
Naikkan nada dasar keatas menjadi A mol (nada awal adalah Es). Mintalah siswa menyanyikan lagu diatas secara penuh.
- Jika siswa mendapat kesulitan dalam menyanyikan nada tertinggi, kemungkinan ia memiliki suara menengah dan prosedur berakhir di titik ini.
- Jika siswa dapat menyanyikan nada tertinggi dengan mudah, kemungkinan ia memiliki suara yang tinggi.
Langkah 7:
Naikkan kembali nada satu laras keatas menjadi B mol. Mintalah siswa untuk menyanyikan bagian bagian akhir lagu dimaksud. Jika ia dapat menyanyikan nada tertingginya, naikkan kembali nada dasarnya setengah atau satu laras hingga mencapai titik tertinggi suaranya.
Prosedur diatas sepertinya terlihat rumit, namun sebenarnya tidak. Beberapa audisi hanya memerlukan tidak lebih dari empat langkah. Jika anda ingin memperhatikan titik transisi, beberapa nada dasar dari lagu ini dapat memfasilitasinya. Penulis telah berhasil menggunakan pendekatan ini untuk beberapa waktu. Nada-nada dasar yang digunakan pada lagu yang telah ditentukan merupakan nada-nada yang tepat untuk sebuah lagu yang memiliki wilayah nada yang cukup luas untuk mengekspos secara singkat masalah-masalah yang sering muncul dalam hal wilayah nada,tessitura, timbre dan titik transisi. Jika sebuah lagu hanya memiliki wilayah nada yang sempit, maka prosedurnya harus terus diulang untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Jelasnya, terdapat beberapa siswa yang memiliki wilayah nada yang luas, sehingga agak sulit untuk dapat diklasifikasi. Dalam kasus-kasus seperti ini, kenyamanan dalam tessitura nampaknya harus menjadi penentuan terakhir.
Bahaya Kesalahan Klasifikasi
Kesalahan yang terjadi akibat kesalahan dalam pengklasifikasian suara antara lain: hilangnya keindahan nada maupun kebebasan dalam berproduksi, karir menyanyi yang singkat, frustrasi dan kekecewaan yang berlarut-larut, dan kemungkinan terjadinya kerusakan vokal yang serius. Sayangnya, beberapa dari bahaya ini tidak muncul dalam waktu yang singkat, suara manusia terbilang cukup liat, terutama pada waktu awal memasuki periode dewasa, dan kerusakan tidak akan muncul dalam hitungan bulan hingga hitungan tahun. Menyanyi diluar wilayah nada terbaik anda akan merampas keindahan suara anda.
Menyanyi pada wilayah nada yang ekstrim (terlalu tinggi atau terlalu rendah) dapat merusak suara. Namun begitu, kerusakan pada wilayah nada yang terlalu rendah tidak sebesar yang dihasilkan oleh menyanyi dalam wilayah nada yang terlalu tinggi. Beberapa dokter spesialis THT menjatakan bahwa menyanyi dengan tingkatan nada terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan tertentu pada pita suara, diantaranya vocal nodules (benjolan pada pita suara yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaan pita suara).
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa menyanyi pada tingkatan nada yang terlalu rendah tidak banyak menimbulkan kerusakan pada pita suara, kecuali jika anda menekan suara anda kebawah. Jika dinyanyikan dengan benar, nada rendah memiliki tekanan udara yang relatif rendah yang menyebabkan pita suara dapat bergetar dengan bebas. Jika nada tersebut diturunkan jauh melebihi batas wilayah nada penyanyi yang bersangkutan, maka suara yang dihasilkan akan cendrung tidak terdengar atau bahkan berubah menjadi desahan nafas. Kejadian seperti ini tidak menimbulkan kerusakan pada pita suara, kecuali jika penyanyi yang bersangkutan berusaha sekuat tenaga menekan suaranya kebawah.
Jika klasifikasi suara telah dapat ditemukan dan teknik menyanyi yang baik telah digunakan, maka seorang penyanyi dapat memiliki karir menyanyi yang cukup panjang, bahkan hingga ia berusia 60 atau 70 tahun, tergantung pada kesehatan tubuh penyanyi yang bersangkutan. Pada dasarnya terdapat 4 faktor yang dapat memperpendek karir menyanyi seseorang, dimana 3 faktor diantaranya dapat dihindari. Keempat faktor tersebut adalah:
1. Klasifikasi suara yang salah;
2. Teknik vokal yang salah;
3. Menyanyi yang terlalu lama dan terlalu sering tanpa istirahat yang cukup;
4. Masalah kesehatan.
Kesimpulan:
Jika klasifikasi suara dan teknik menyanyi anda telah benar, maka anda memiliki kemungkinan besar untuk dapat menyanyi lebih lama dan lebih sering tanpa menimbulkan kerusakan pada pita suara. Dengan kata lain, jika anda menyetahui cara menyanyi dengan benar, anda akan dapat menyanyi dengan bebas dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.
(Disadur dari buku: "THE DIAGNOSIS & CORRECTION OF VOCAL VAULTS" - James C. McKinney) oleh Charles Nasution