Rabu, 20 Jun 2012

Penyimpangan aqidah dan cara-Cara mengatasinya


Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Kerana, aqidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah yangbenar, seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menompok dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan.
Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat haiwani (bahimi), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia meskipun mereka bergelumang dengan materi. Dengan materi, mereka terkadang justeru sering terperosok pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliah. Kerana, sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar, kecuali aqidah shahihah.
Allah telah berfiman (yang ertinya), “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh.” (Al-Mukminun: 51).

“Dan, sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud! dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (iaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan’.” (Saba’: 10–11).
Maka, kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan maddiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat peroiak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi tetapi tidak memiliki aqidah shahihah.
Sebab-sebab penyimpangan aqidah yang harus kita ketahui adalah sebagai berikut.
Kebodohan terhadap aqidah shahihah kerana tidak mahu (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau kerana kurangnya perhatian terhadapnya. Akibatnya, tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini yang hak sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang hak. Hal itu sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar r.a. yang ertinya, “Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliahan.”
Fanatik (ta’ashshub) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapa dan nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahi, sekalipun hal itu benar. Hal itu sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 170,“Dan, apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk.”

Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Hal itu sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah, dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam yang sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari aqidah yang lurus.
Berlebihan (ghuluw) dalam mencintai para wali dan orang-orang saleh, serta mengangkat mereka di atas darjat yang semestinya atau terlalu mengagungkannya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan mahupun menolak kemudaratan.
Lalai (ghaflah) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Quraniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahawa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbahkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Hal ini sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan, seperti dalam surah Al-Qashash ayat 78, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada padaku.”
Dan, sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong, seperti dalam surah Fushshilat ayat 50, “Ini adalah kepunyaanku ….” 
Mereka tidak berfikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia. Perhatikan firman Allah dalam surah Ash-Shaffat ayat 96,“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”
“Dan, apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, ….” (Al-A’raf: 185).
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendaknya dan dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan, Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan, Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (Ibrahim: 32–34).
Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal, baginda Rasul saw. telah bersabda, “Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka, kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majuzi.”(HR Al-Bukhari). Jadi, orang tua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak mahupun elektronik, berubah menjadi sarana penghancur dan perosak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata. Tidak memerhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan aqidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tidak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang persenjataannya lengkap.
Cara-Cara Mengatasi Penyimpangan
Kembali kepada kitabullah dan sunah Rasulullah saw. untuk mengambil aqidah shahihah, sebagaimana para salafus saleh mengambil aqidahnya dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini, kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat dan mengenal syubhah-syubhah mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, kerana siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhuatirkan terperosok ke dalamnya.
Memberi perhatian pada pengajaran pemahaman aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran, sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
Menyebar para dai yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.
Sumber: Diadaptasi dari Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa, terjemahan dari At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-’Aliy, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan

Tiada ulasan: